Rabu, 09 Desember 2015

Hasil Observasi Anak Berkebutuhan Khusus Psikologi Anak



MAKALAH HASIL OBSERVASI
SEKOLAH LUAR BIASA
Dosen Pengampu : Adriani Rahma Pudyaningtyas, S.Psi., MA


Disusun Oleh :
1.      Mega Sinta Wulandari                 (K8114039)
2.      Nur Afifah                                   (K8114046)
3.      Riska Puspaningrum                    (K8114057)
4.      Tiffany Marceliawati                   (K8114065)
5.      Wahidah Daimaturrochmah        (K8114071)
6.      Woro Anjar Verianty                   (K8114072)

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

Daftar Pustaka


 

BAB I PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Anak adalah bagian dari kehidupan dan merupakan harapan bangsa. Anak menjadi agen perubahan bagi pembentukan kehidupan masa depan sebuah bangsa. Thomas Lincon (Depkominfo, 2006) menyatakan bahwa meskipun jumlah anak-anak hanya 25% dari jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan. Pemberian pendidikan yang baik akan membuat anak-anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia dan tahap peerkembangannya.
Saat ini dunia  perkembangan anak dan pemberian pendidikan pada anak sejak dini menjadi hal menarik untuk diteliti. Masalah perkembangan anak menjadi kajian yang banyak diminati oleh para ahli psikologi untuk dipecahkan. Karena pada kenyataannya selain anak-anak yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada umumnya, beberapa anak tidak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti anak pada umumnya. Kelompok anak-anak ini adalah anak-anak yang perkembangan dan pertumbuhannya mengalami penyimpangan baik dari segi fisik, mental, emosi, dan sosialnya bila disandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Kelompok kecil yang berbeda ini sering dipandang sebagai kelompok anak yang banyak mendapat pandangan negatif dan perlakuan negatif dari banyak lingkungan. Pada masa Renaissance, anak yang tergolong ‘cacat’ dianggap sebagai anak yang kemasukan roh jahat (setan) dan bahkan diperlakukan dengan sangat buruk. Disia-siakan dan dihina dan bahkan diperlakukan secara tidak manusiawi. Banyak dari mereka yang kemudian dikurung, diikat, bahkan dipasung. Kemudian pada abad ke-16 terjadi perubahan sikap yang lebih pasif terhadap anak-anak yang dianggap ‘cacat’. Pada abad ke-18, seorang ahli berkebangsaan Prancis yakni Jean Itard, mulai meneliti metode pendidikan bagi anak luar biasa (Mangunsong, 1998). Dengan penelitian Itard ini, mulailah pergeseran pengertian dari anak ‘cacat’ menjadi anak ‘luar biasa’.
Seiring berkembangnya zaman dimana pendidikan mengambil peran besar dan banyak, masyarakat dan orang tua mulai diberikan pengertian dan pengetahuan bahwa setiap anak adalah unik bahwa setiap anak yang terlahir pasti memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh keberagaman ciri maupun karakteristik individu anak yang dibawa. Agar anak dengan kebutuhan khusus mampu berkembang dengan baik peran orang-orang disekitar anak sangat penting. Motivasi dan perhatian yang penuh kasih sayang dari orang-orang terdekat (keluarga) akan memberikan efek positif terhadap anak. Hal utama yang paling dibutuhkan anak-anak kelompok ini adalah dapat diterima oleh lingkungannya sekalipun dengan keterbatasan yang dimilikinya. Metode dan pelayanan yang berdaya guna dan tepat guna melalui sekolah yang diwujukan dalam pemberian pendidikan berperan dalam menjadikan anak dapat duduk setara seperti anak-anak pada umumnya dan menempatkan mereka sebagai bagian dari sebuah tatanan masyarakan dan pelaku kehidupan di masyarakat yang keberadaannya diakui dan dapat secara optimal mengaktualisasikan diri mereka sebagai warga negara yang aktif tanpa melihat terhadap keterbatasan yang mereka miliki.

B.      RUMUSAN MASALAH

1.      Apa kebutuhan khusus yang dialami anak ?
2.      Bagaimana proses kegiatan belajar anak ?
3.      Bagaimana perlakuan dari lingkungan sekitar dan apa saja treatment yang diberikan pada anak ?
4.      Apa saja potensi yang dimiliki anak ?
5.      Bagaimana peran kurikulum dalam proses belajar anak disekolah ?

C.      TUJUAN

1.      Mengetahui apa saja kebutuhan khusus yang dialami anak.
2.      Mengetahui bagaimana proses kegiatan belajar anak.
3.      Mengetahui bagaimana perlakjuan yang diberikan lingkungan sekitarnya serta treatmen yang diberikan pada anak.
4.      Mengetahui apa saja potensi yang dimiliki anak.
5.      Mengatahui peran kurikulum yang berlaku terhadap proses belajar anak disekolah.

BAB II PEMBAHASAN

1.      DESKRIPSI UMUM

Pada tanggal 29 Mei 2015,jam 08.00WIB-selesai kelompok kami melakukan observasi di Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara,SLB.B YRTRW. Sekolah ini berada dijalan Gumunggung RT 01 RW 2,Gilingan Banjarsari. Sekolah ini berada dijalan perkampungan sehingga tidak begitu ramai Bangunan sekolah ini terdiri atas dua lantai, lantai pertama digunakan untuk ruang kelas dari jenjang TK hingga SD,juga ruang kepala sekolah,ruang guru,dan ruang tata usaha. Sedangkan lantai atas untuk ruang kelas jenjang SMP dan SMA. Ruang kelas digunakan untuk 2 jenjang sekaligus,yang hanya dipisahkan dengan sekat pembatas. Halaman sekolah ini juga tidak begitu luas,namun cukup untuk digunakan senam  para siswa.
Fokus observasi kelompok kami pada TK di SLB.B YRTRW . Disekolah tersebut hanya memiliki dua kelas untuk TK, dimana terdapat satu ruangan yang dibagi menjadi dua. Disetiap kelas terdapat satu guru yang menangani 3 – 5 murid. Didalam kelas terdapat berbagai gambar dan alat peraga. Didinding kelas siswa dapat memejang hasil karyanya. Orang tua siswa diperbolehkan menunggu didepan kelas, tapi tentu saja tidak mengganggu jalannya pembelajaran. Dalam mengajar guru menyampaikan dengan bahasa isyarat dan pengucapan yang tepat mengingat siswa merupakan anak berkebutuhan khusus.

2.      HASIL OBSERVASI

A.    Kebutuhan khusus yang dialami oleh anak

Anak di SLB yang kami amati berkebutuhan khusus yaitu tuna rungu dan tuna wicara. Seseorang bisa dikatakan tuna rungu apabila seseorang itu tidak memiliki atau masih memiliki sisa pendengaran namun sedemikian rendahnya sehingga tidak bisa mendengar suara sebagaimana orang pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus tuna rungu tidak bisa dipisahkan dengan anak berkebutuhan khusus tuna wicara. Karena tidak bisa mendengar suara, maka secara otomatis anak tuna rungu tidak bisa mengucapkan kata-kata jika tidak dilatih. Namun, belum tentu anak yang tuna wicara juga berkebutuhan khusus tuna rungu. Anak bisa mendengar suara tapi tidak bisa mengucapkan kata-kata secara jelas karena keterbatasan alat ucapnya.
Hambatan yang dialami oleh anak yaitu kesulitan atau ketidakmampuan anak dalam menerima informasi dari luar. Karena kesulitannya dalam menerima infomasi dari luar, maka anak mengalami kesulitan berkomunikasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru berbicara dengan anak menggunakan artikulasi yang jelas dan diulang-ulang serta menunjukkan atau memperagakan apa yang ingin guru sampaikan. Orang tua dirumah juga terus merangsang anak dengan lebih banyak berbicara dengan anak agar anak terlatih untuk memahami suatu kata.
Anak juga mengalami kesulitan dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, anak mengalami kesulitan dalam menangkap kata-kata yang abstrak. Mungkin karena anak masih dalam rentang usia 2-7 yang kemampuan kognitifnya masih dalam tahap praoperasional konkret. Sehingga anak akan menunjukkan keinginanya dengan gambar dan kata-kata. Anak tidak sepenuhnya tidak bisa bicara, anak masih bisa mengeluarkan suara walaupun sedikit sambil tangannya mengisyaratkan sesuatu. Seperti yang kami amati ketika anak mengatakan sesuatu yang tidak begitu jelas sambil tangannya menunjuk pada sebuah toko lalu ia menarik tangan ibunya, dikira ibunya anak ingin jajan. Ternyata bukan makanan yang anak ini inginkan tetapi anak ini ingin dibelikan penghapus yang baru. Begitu salah satu cara dia menyatakan keinginaanya.
Karena kesulitan dalam pendengaran, terkadang guru sulit untuk menarik perhatian anak ketika pembelajaran. Padahal salah satu faktor yang mendukung dalam perkembangan bicara anak yaitu dengan memperlihatkan gerakan bibirnya ketika berbicara. Ketika anak tidak memperhatikan guru, guru akan semakin sulit dalam menyampaikan suatu informasi. Maka jika ada anak yang sedang tidak fokus, maka guru menghampirinya dan mengajaknya bicara agar anak bisa memperhatikan. Jumlah siswa TK di sekolah tersebut maksimal satu kelas ada 5 siswa, jadi guru lebih mudah dalam membimbing anak saat pembelajaran.
Anak mengalami kesulitan dalam berbahasa. Anak berbicara dengan artikulasi yang kurang jelas dan terkadang kurang lancar dalam berbicara. Terkadang anak juga terbolak-balik dalam menyusun kat-kata. Anak akan lebih paham jika lawan bicaranya mengucapkan kata dengan jelas, menekankan gerakan bibirnya, pelan, dan dibantu dengan isyarat. Anak juga tidak bisa langsung paham jika diajak bicara, harus diulangi terus menerus.

B.     Kegiatan Belajar

Proses belajar-mengajar yang diterapkan disekolah tersebut terutama di TKLB menggunakan metode pengajaran yang tepat yaitu menggunakan TCL (Teacher Center Learning). Metode tersebut digunakan dengan maksud anak-anak yang memiliki kekurangan mental apabila dibiarkan dan menyuruhnya belajar sendiri maka yang terjadi mereka akan bermain-main dengan temannya dan tidak berkonsentrasi dalam belajar.
Dengan menggunakan metode pembelajaran yang berpusan kepada guru maka anak akan dibimbing guru untuk melakukan pembelajaran dikelas yang lebih efektif dan mampu berkonsentrasi. Guru juga dituntut untuk selalu focus terhadap anak karena perilaku anak yang selalu berubah dan tidak mudah dikendalikan.
Sebelum pembelajaran berlangsung dilakukan berdoa bersama untuk mengawali belajar, selanjutnya guru menannyakan tentang hari, tanggal, bulan dan tahun yang bertujuaan agar anak selalu mengenal akan nama-nama hari. Selanjunya kegiatan ini selama 2x30menit, pembelajaran ini dilakukan dengan mengambil beberapa tema yang telah ada dikurikulum yang diterapkan sekolah. Kegiatan akhir anak diajak unutk mengingat apa yang telah dipelajari selanjutnya berdoa sebelum pulang.
Apabila anak tersebut melakukan sesuai apa yang diperintah guru maka anak tersebut akan mendapatkan reward dari guru seperti memberikan nilai yang baik, memberikan pujian dan sebaliknya apabila anak tersebut melakukan hal yang tidak baik maka guru harus selalu menegurnya dan mengarahkan untuk berperilaku yang baik.
Untuk mendukung terciptannya keefektifan pada saat belajar-mengajar diperlukan manajemen kelas yang se efektif mungkin mulai dari tata kelola kelas, adanya peraturan dalam penyelenggaraan kelas yang mendukung terciptanya kelas yang kondusif, guru dituntut untuk selalu mengawasi setiap anak agar dapat mengetahui perkembangan anak tersebut.
Keaktifan anak juga selalu dikembangkan dengan menggunakan beberapa metode seperti melalui gambar dengan menjelaskan gambar tersebut. Menunjukkan benda nyata agar anak lebih mengenal menggunakan pengamatannya. Maka dari itu terjalinnya hubungan yang baik dengan guru juga menjadi kunci utama dalam belajar-mengajar. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar yang mengerti akan kebutuhan anak untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.

C.    Perlakuan lingkungan sekitar dan treatmen yang dilakukan

Dalam pendidikan, lingkungan dibagi menjadi 3 macam yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, anak pernah diberi treatment artikulasi digunakan  abk tuna wicara untuk melatih pengucapan  dan terapi gong digunakan abk tuna rungu  untuk mengecek kepekaan telinga. Treatment tersebut berikan orang orangtua selama satu tahun atas anjuran dokter, tetapi selama setahun itu tidak ada perkembangan yang ditunjukkan sianak. Maka dari itu orang tua memilih untuk menghentikan terapi tersebut dan orang tua memasukkan anaknya ke SLB. Dalam keluarga anak diajarkan untuk mandiri misalnya seperti mandi sendiri, makan sendiri, dan pergi ke toilet sendiri. Walaupun orang tua sadar bahwa anak mereka memiliki kekurangan dalam hal berbicara dan mendengar, akan tetapi keluarga yakin bahwa anak dapat mandiri. Ketika dirumah anak belajar dengan sesuka hatinya. Akan tetapi, apabila anak diberi PR oleh gurunya maka anak dengan semangat mengerjakan PR tersebut. Orang tua menemani anak saat belajar dan memberikan bimbingan pada anak. Orang tua juga memberikan pujian sebagai bentuk dorongan dan motivasi bagi anak agar anak bisa percaya diri dalam melakukan setiap kegiatannya.
Letak sekolah yang jauh dari jalan raya membuat proses belajar anak menjadi lebih aman, nyaman dan tenang. Lingkungan sekolah sangat membantu anak dalam pendidikannya. Sekolah mengajarkan bahasa isyarat dan peragaan agar anak dapat menyampaikan sesuatu dengan cukup jelas. Sekolah si anak lebih mengutamakan anak dapat berbicara, walaupun anak tak dapat berbicara layaknya anak normal lainnya tetapi setidaknya anak sudah berusaha untuk bicara. Sekolah juga memberikan beberapa treatment seperti artikulasi dan terapi gong.Tak hanya treatment, sekolah juga memberikan pembelajaran layaknya sekolah PAUD pada umumnya seperti belajar membaca, menyanyi, mewarnai, melipat kertas, dan olahraga. Menurut ibu si anak, setelah anak disekolahkan di SLB selama 2 tahun anak menunjukkan beberapa perkembangan. Ketika disekolah anak belum mau ditinggal ibunya, jadi selama pembelajaran dikelas ibu si anak menunggu di teras kelas. Didalam kelas ketika anak sudah selesai mengerjakan tugasnya maka ia akan bermain sendiri atau berlarian kesana kemari seperti anak normal pada umumnya. Dilingkungan sekolahnya anak dapat berkomunikasi dengan baik, baik itu teman atau gurunya.
Dalam masyarakat, masih ada sebagian kecil orang yang belum bisa menerima kekurangan anak, tetapi hal tersebut tidak membuat anak berkecil hati dan minder, anak justru senang bermain-main dengan orang-orang disekitar rumahnya. Anak dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitar rumah dengan menggunakan bahasa isyarat dan sebagian dari masyarakat itu dapat memahami apa yang dimaksud si anak. Anak juga memiliki teman di lingkungan sekitarnya  dan teman-temannya tersebut dapat menerima kekurangan si anak sehingga anak dapat bermain dengan nyaman tanpa ada perbedaan diantara mereka. Dengan pendidikan yang diterima anak dalam lingkungan keluarga dan sekolah anak dapat berinteraksi dengan baik di masyarakat.

D.    Potensi Anak

Menurut Endra K Pihadhi (2004;6) potensi bisa disebut sebagai kekuatan, energi, atau kemampuan yang terpendan yang dimiliki dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sri Hapsari (2005;2) menjelaskan potensi diri merupakan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang baik fisik maupun mental dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik.
Dari pengamatan yang telah kami lakukan di SLB-B YRTRW, sekolah khusus tuna rungu wicara Surakarta yang direalisasikan pada jum’at, 29 Mei 2015 kami mengambil sempel satu anak dari kelas P1 berumur 5 tahun dengan kebutuhan khusus kelompok B dan menderita dua keabnormalan yaitu anak rungu-wicara. Melalui metode wawancara yang kami lakukan dengan orang tua anak, anak tidak terlahir dengan kekhususan yang dimilikinya sekarang. Ketika berumur 2 bulan anak pernah menjalani operasi pengangkatan benjolan kecil seperti tumor di bagian leher, tepat di belakang telinga dengan pembedahan vertikal. Setelah mengalami keterlambatan berjalan dan belum bisa berbicara diusianya 2 tahun orang tua membawa anak ke RS.M bagian tumbuh kembang anak. Setelah melakukan serangkaian tes, dokter menyarankan anak untuk di bawa ke bagian THT (telinga, hidung, tenggorokan) setelah melihat anak tidak merespon panggilan dan bunyi yang ditujukan kepadanya. Setelah dites Bera anak dinyatakan sebagai anak berkebutuhan khusus tuna rungu-wicara. Anak mengalami hearing less (tuna rungu total), alat bantu dengar yang dipasang ditelinga anak tidak dapat membuat anak merespon bunyi yang datang dari luar.
Melalui metode wawancara yang telah kami lakukan dengan orang tua anak, sejauh pengamatan dan tingkat kesenangan anak, orang tua mengatakan bahwa anak mempunyai potensi dibidang menulis. Hal ini didukung dengan anak lebih suka pada alat tulis seperti pensil, penghapus, dan buku tulis dibandingkan pada pensil warna, buku bergambar dan berwarna. Pernah suatu kali orang tua mencoba mengenalkan nama-nama buah dengan gambar dan warna tapi anak tidak mau. Kapasitasnya untuk menulis lebih banyak dilakukan hal ini dikatakan oleh orang tua anak “ kalau si N sukanya menulis mbak, setelah pulang sekolah langsung menulis. Meskipun ya tulisannya kadang-kadang tidak bisa dibaca”. Potensi lain yang dimiliki anak adalah anak mempunyai sosialisasi yang baik dengan teman sebayanya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat anak tinggal. Meski sedikit berbeda dengan anak biasa, anak tetap menjalin pertemanan dengan anak lain dilingkungan rumahnya. Untuk berkomunikasi mereka menggunakan isyarat dan gerakan bibir agar komunikasi dapat berjalan dua arah. Anak dapat menyesuaikan diri dan melakukan sosialisasi dengan baik, tidak minder dan mempunyai kemauan yang keras.
Seorang ahli bernama Bronfenbrenner (2006) menyatakan bahwa kesejahteraan psikis dan fisik serta pendidikan anak sangat tergantung pada sejahtera atau tidaknya keluarga. Keluarga mempunyai peran penting dalam mengembangkan bakat, potensi dan ketrampilannya dengan memberikan kebebasan dalam mengekspresikan diri mereka. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan menjadi hal penting yang akan ikut menentukan arah perkembangan dan prtumbuhan anak. Teori Psikososial Erikson menyatakan autonomy vs shame and doubt. Ketika orang tua memberikan kebebasan dan dorongan pada anak untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan tidak cenderung banyak menuntut (pengasuhan otoriter) dan membatasi anak maka anak akan mengembangkan sikap mandiri dan pengendalian atas diri mereka. Hal ini akan mengurangi presentase anak untuk mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu pada hal yang akan dilakukannya. Jika orang tua terlalu protektif terhadap anak disebabkan karena kekhususan yang dimilikinya maka anak akan menjadi defendent (ketergantungan). Anak tidak diberi kesempatan offensif sehingga muncul socio-conform sehingga anak menjadi defendent. Anak menjadi self relation (hanya mampu bersosialisasi dengan dirinya sendiri) dan akan mengembangkan rasa takut salah pada tahap selanjutnya karena biasa di dikte oleh orang tua dalam melakukan segala hal.Dari hasil observasi yang telah kami lakukan dengan metode wawancara, orang tua mengatakan bahwa si anak sudah mulai mengembangkan kemandiriannya, anak sudah dapat mandi, berpakaian, buang air kekamar mandi tanpa bantuan dan cebok sendiri.
Yang perlu diperhatiakan oleh orang tua adalah seberapa jauh anak perlu diperhatikan, diberi kebebasan dan kesempatan untuk mengekspresikan ide-idenya, dihargai hasil karya/prestasinya, didengar isi hatinya, tidak ada paksaan/tekanan dan ancaman terhadap dirinya, serta mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan kejiwaannya tanpa meninggalkan kekhususan yang dimilikinya. Teori psikososial Erikson menyatakan initiative vs guilt dimana ketika orang tua sudah dapat memahami, menerima keaktifan anak, bersabar, dan dapat menjawab keingintahuan anak mengenai sesuatu hal maka anak akan belajar mendekati keinginannya dan perasaan inisiatif menjadi semakin kuat. Hal ini akan mengurangi anak enggan mengambil inisiatif untuk mendekati keinginannya dan akan merasa bersalah. Sikap inisiatif sangat diperlukan anak untuk menggali potensi yang ada pada diri mereka karena inisiatif akan menjadi dasar bagi anak untuk bertindak produktif pada tahap selanjutnya sehingga seluruh potensinya akan berkembang optimal.
Sekolah hanya sebagai salah satu faktor keberhasilan anak dalam mengenyam pendidikan untuk mencapai kesetaraan dan meningkatkan dirinya didalam masyarakat. Pendidikan sebagai bekal dalam pemberian stimulus untuk merangsang potensi anak dan mengoptimalkannya tapi tetap pendidikan bermula dari keluarga. Dengan hal ini diharapkan nantinya akan dapat menempatkan anak-anak ini ditengah-tengah masyarakat sebagaimana mestinya, mereka akan mampu, mereka akan senang, dan mereka akan mencapai hidup layak (a placement).

E.     Kurikulum di Sekolah

Kurikulum merupakan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran dibidang pendidikan oleh sekolah. Kurikulum disusun oleh pemerintah guna menentukan arah dan tujuan yang sama dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh semua sekolah diseluruh indonesia dengan latar belakang dan tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Kurikulum bersifat elastis dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari pengamatan yang telah kami lakukan di SLB-B YRTRW, sekolah khusus tuna rungu wicara Surakarta yang direalisasikan pada jum’at, 29 Mei 2015 dengan metode wawancara dengan guru. Guru menyatakan bahwa untuk SLB-B YRTRW masih menggunakan kurikulum lama dan masih dalam rangka persiapan untuk menggunakan kurikulum 2013 ditahun yang akan datang. Dilansir dari joglosemar.com bahwa sebagian guru PLB mendapatkan pelatihan kurikulum 2013 untuk umum karena kurikulum yang dipakai untuk PLB merupakan kurikulum modifikasi. Pelaksanaan penerapan kurikulum 2013 akan dimulai pada tahun ajaran baru, dan saat ini baru diprogramkan. Tim pengembangan kurikulum 2013 PLB bidang pendidikan dasar (Dikdas) tingkat nasional, Karsono mengharapkan dengan program penerapan kurikulum 2013 untuk PLB akan mampu memberikan pendidikan karakter pada siswa karena kurikulum 2013 menekankan pada nilai pendidikan karakter sehingga mampu memberikan empat kompetensi inti pada siswa berkebutuhan khusus yaitu religi, sosial, pengetahuan, dan aplikasi/ketrampilan.
Menurut guru SLB-B YRTRW kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum lama untuk SLB, untuk kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 masih dalam proses persiapan dan penyempurnaan untuk tahun ajaran baru. Pada prinsipnya kurikulum yang dipakai untuk SLB hampir sama dengan kurikulum umum untuk sekolah reguler. Dari segi materi pembelajaran yang akan diberikan, kompetensi yang akan dicapai anak dan cara penilaian. Hanya saja perbedaan terletak pada metode yang digunakan jika sekolah reguler model pembelajarannya klasikal, SLB menggunakan model pembelajaran individual. Lebih memperhatikan karakter anak berkebutuhan khusus golongan B serta untuk beberapa mata pelajaran ada tambahan dan pengurangan kompetensi yang harus dicapai siswa dan karakteristik penilaiannya. Seperti untuk materi bahasa indonesia terdapat materi ‘Membaca Indah’, anak diajarkan tentang membaca indah misalnya puisi, untuk anak normal materi ini dapat diajarkan dan dipraktekkan untuk meendapat penilaian tetapi untuk SLB-B hal ini kecil sekali kemungkinannya untuk setiap anak membacakan puisi dengan suara indah karena untuk anak golongan ini terdapat beberapa karakteristik suara yang dimiliki anak SLB-B. Ada yang model suaranya sengau, ada yang datar, dan ada yang hanya gerakan bibir dan tidak ada suaranya. Tapi materi tentang puisi dan membaca indah tetap diberikan, anak tetap mendapatkan pengetahuan tentang membaca indah dan puisi namun dalam hasil prakteknya tidak dapat disamakan dengan anak normal. Karena kekhususan SLB-B adalah terletak pada artikulasinya maka didalam SLB-B ada BKPBI yaitu ‘Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama’ dimana anak-anak normal tidak diajarkan tentang materi ini, bagaimana anak dapat mengucapkan kata dengan benar sehingga disamping memberikan materi guru secara tidak langsung mengajarkan cara berartikulasi.
Kurikulum yang digunakan oleh sekolah saat ini sudah mampu mengoptimalkan potensi anak namun harus disertai dengan pengembangan secara berkelanjutan disana-sini dan hal ini menuntut kreativitas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Pemerintah membuat kurikulum secara garis besar dan pelaksanaannya dikelas dalam pembelajaran terletak pada guru sebagai pelaksana untuk berkreativitas dalam proses pembelajarannya untuk mencapai tujuan yang sama didalam kurikulum. Untuk mendukung potensi yang dimiliki anak sekolah juga mengadakan ekstrakulikuler seperti pramuka, menari, melukis, dan pantomim. Menurut guru, kurikulum saat ini secara keseluruhan sudah dapat mengatasi kesulitan belajar anak SLB-B hal ini dijelaskan karena didalam kurikulum sudah terdapat tujuan yang ingin dicapai, ada metode, ada cara, dan ada materi yang akan di berikan dimana materi yang akan di berikan untuk SLB-B disesuaikan dengan kemampuan anak.
Kendala dalam melaksanakan kurikulum ini hanya berlaku untuk beberapa anak yang memang benar-benar berat dalam artian kekhususan yang dimiliki anak lebih mendominasi sehingga anak sangat sulit mengembangkan dirinya. Sebagus apapun kurikulumnya kendala tetap ada karena di terapkan pada masing-masing anak yang berkarakter berbeda tetapi kendala tidak begitu prinsip dalam artian tidak begitu mempengaruhi hasil secara keseluruhannya.



BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Sekolah sebagai salah satu faktor keberhasilan anak dalam mengenyam pendidikan untuk mencapai kesetaraan dan meningkatkan dirinya. Pendidikan sebagai bekal dalam pemberian stimulus untuk merangsang potensi anak dan mengoptimalkannya
Kurikulum yang digunakan oleh sekolah saat ini dianggap telahdapat mengoptimalkan potensi anak dengan disertai  pengembangan secara berkelanjutan disana-sini dan kreativitas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Dalam sistem pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tidaklah berbeda jauh dengan anak yang normal. Anak berkebutuhan khusus juga diberikan pelajaran-pelajaran yang sama dengan yang diberikan pada anak normal, hanya dalam prosesnya pelajaran diberikan melalui metode yang khusus agar dapat dipahami anak.
B.     SARAN
Di masyarakat saat ini masih ada segelintir orang yang  menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak dapat berbuat banyak. Pandangan ini jelas merugikan anak, tidak hanya anak yang bersangkutan tapi juga menimbulkan kecemasan bagi keluarga si anak. untuk itu perlu adanya kreativitas guru dalam mengembangkan potensi serta keterampilan anak melalui pelatihan-pelatihan seperti menjahit, meronce, dan lain sebagainya.
Untuk itu dapat diawali dengan menghilangkan pandangan bahwa anak berkebutuhan khusus tidak bisa berbuat banyak. Tetapi haruslah di bangun pandangan bahwa kekurangan yang dimiliki anak bukanlah menjadi sebuah hambatan melainkan menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan.

Daftar Pustaka

Joglosemar.”Kurikulum 2013 Serentak Di Seluruh SLB” . http://joglosemar.co/2013/12.kurikulum-2013-serentak-di-seluruh-SLB . Diakses pada tanggal 29 Mei 2015
Ahmad, Abu dan Widodo Supriyono. 2004 . Psikologi Belajar . Rineka Cipta.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Live Love Laugh Template by Ipietoon Cute Blog Design